4IJI

4IJI

Minggu, 24 Juli 2011

Marhaban Ya Ramadhan

Bulan Ramadhan telah
datang. Bulan
yang oleh Allah subhanahu wata'ala
dihimpun di dalamnya rahmah
(kasih sayang), maghfirah
(ampunan), dan itqun minan naar
(terselamatkan dari api neraka).
Bulan Ramadhan juga disebut
dengan "shahrul Qur'an", bulan
diturunkannya al-Qur'an yang
merupakan lentera hidayah
ketuhanan yang sangat dibutuhkan
umat manusia dalam membedakan
mana yang baik dan mana yang
buruk serta mana jalan yang benar
dan mana jalan yang sesat.

Melalui puasa Ramadhan, Allah SWT
menguji hamba-Nya untuk
mengendalikan nafsu dan perutnya,
serta memberikan kesempatan
kepada kalbu untuk menembus
wahana kesucian dan dan
kejernihan rabbani. Puasa
Ramadhan merupakan pokok
pembinaan iman Islami, untuk
menyempurnakan amal ibadah,
untuk mendapatkan maghfirah
(ampunan) dan ridlwan (keridlaaan)
dari Allah Yang Maha Agung.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya
menjelaskan bahwa Allah SWT
mengistemewakan bulan Ramadhan
di atas bulan-bulan lainnya dengan
menurunkan Al-Qur'an di
dalamnya. Bahkan dalam riwayat-
riwayat mashur juga dikatakan
bahwa kitab-kitab suci yang
diturunkan kepada nabi-nabi
terdahulu juga diturunkan pada
bulan Ramadhan. Kitab nabi Ibrahim
(suhuf) diturunkan pada malam
pertama bulan Ramadhan, kitab
Zabur diturunkan kepada nabi
Dawud pada malam kedua belas
bulan Ramadhan, kitab Taurat
diturunkan kepada nabi Musa pada
malam keenam bulan Ramadhan
dan kitab Injil kepada nabi Isa
diturunkan pada malam ketiga belas
bulan Ramadhan. Kitab-kitab
tersebut merupakan petunjuk bagi
umat manusia ke jalan yang benar
dan penyelamat dari jalan yang
sesat.

Maka bulan Ramadhan dalam
sejarahnya merupakan bulan
dimulainya gerakan membasmi
kemusyrikan di muka bumi,
menghancurkan kekufuran,
menepis kedengkian, melawan
kebatilan dan kemungkaran, hawa
nafsu serta kesombongan.

Ramadhan pada masa ini
merupakan media utama
pembinaan iman seorang mukmin,
melalui ibadah puasa yang
mempunyai dimensi pelatihan fisik
(jasadiyah) dan metafisik (ruhiyah)
yang diharapkan akan
mengantarkannya menjadi seorang
muslim yang sempurna. Firman
Allah SWT dalam QS Al Baqarah:
183-185, kutiba alaikumush shiyam
(telah difardhukan puasa atasmu),
dan faman syahida min kumusy
syahra fal yashum (maka
barangsiapa di antara kamu
menyaksikan hilal bulan Ramadhan,
maka berpuasalah), merupakan dalil
pokok bagi kewajiban berpuasa.

Puasa Ramadhan juga merupakan
pengendalian diri dari hegemoni
nafsu syahwat dan pemisahan diri
dari kebiasaan buruk dan maksiat,
sehingga memudahkan bagi
seorang hamba untuk menerima
pancaran cahaya ilahiyah.
Fakhruddin al-Razi menjelaskan
dalam tafsirnya Mafatihul Ghaib,
bahwa cahaya ketuhanan tak pernah
redup dan sirna, namun nafsu
syahwat kemanusiaan sering
menghalanginya untuk tetap
menyinari sanubari manusia, puasa
merupakan satu-satunya cara untuk
menghilangkan penghalang
tersebut. Oleh karena itu pintu-pintu
mukashafah (keterbukaan) ruhani
tidak ada yang mampu
membukanya kecuali dengan puasa.

Imam Al-Ghazali menerangkan
bahwa puasa adalah seperempat
iman, berdasar hadis Nabi: Ash
shaumu nisfush shabri, dan hadis
Nabi saw: Ash Shabru Nisful Iman.
Puasa itu seperdua sabar, dan sabar
itu seperdua iman. Dan puasa itu
juga ibadah yang mempuyai posisi
istimewa di mata Allah. Allah
berfirman dalam hadis Qudsi: "Tiap-
tiap kebajikan dibalas dengan
sepuluh kalilipat, hingga 700 kali
lipat, kecuali puasa, ia untuk-Ku, Aku
sendiri yang akan membalasnya".

Imam Ghozali juga menjelaskan
bahwa puasa mempunyai tiga
tingkatan.

Pertama puasa kalangan
umum, yaitu menjaga perut dan
alat kelamin dari memenuhi
shawatnya sesuai aturan yang
ditentukan.

Kedua adalah puasa
kalangan khusus, yaitu selain puasa
umum tadi dengan disertai menjaga
pendengaran, penglihatan, mulut,
tangan dan kaki serta seluruh
anggota tubuh lainnya dari
perbuatan maksiat.

Ketiga, yang
paling tinggi, adalah puasa kalangan
khususnya khusus, yaitu puasa
dengan menjaga hati dan pemikiran
dari noda-noda hati yang hina dan
dari hembusan pemikiran duniawi
yang sesat serta memfokuskan
keduanya hanya kepada Allah. Inilah
puncak kontemplasi hamba dengan
Allah SWT.
Marilah kita bersiap-siap memasuki
bulan Ramadhan ini dengan
kesiapan diri yang prima, dengan
perasaan yang tulus ikhlas untuk
menjalankan ibadah-ibadah di bulan
Ramadhan. Marilah kita mantapkan
hati dan jiwa kita dalam
memperoleh kemuliaan puasa
Ramadhan, sehingga mengantarkan
kita pada satu format kehidupan
yang lebih baik. Bulan Ramadhan
kita jadikan momentum
pembersihan diri dari dosa dan
angkara murka dan penyadaran hati
nurani kemanusiaan kita. Puasa
jangan hanya kita laksanakan
dengan menahan diri untuk tidak
makan dan minum, namun yang
paling substansial adalah
menjadikannya upaya pengekangan
diri dari segala bentuk hawa nafsu
yang merugikan manusia dan
kemanusiaan itu sendiri.

Puasa Ramadhan merupakan
kesempatan bagi umat Islam untuk
meningkatkan kualitas dimensi
keagamaannya.

Pertama, dimensi
teologis dan spiritualitas yang
tercermin dalam komunikasi antara
manusia dan Tuhannya, sehingga
memungkinkan dalam diri semakin
berkembang sifat-sifat ketuhanan
yang sebenarnya sudah kita miliki,
yakni sifat-sifat positif untuk berbuat
kebajikan dan tertanam kepekaan
hati nurani dlam bertingkah laku.

Kedua, dimensi sosial. Yaitu
tumbuhnya kesadaran sosial dalam
batin kita untuk peduli bukan saja
pada hal yang hanya berkaitan
dengan aspek transendental dan
ritual keagamaan, tetapi juga peduli
dengan aspek-aspek sosial
kemanusiaan. Kepedulian sosial bisa
direfleksikan dengan keprihatinan
terhadap kondisi sosial yang
terdapat dalam realitas empiris.
Kualitas kesadaran batin dapat
diukur dengan tingkat kepedulian
terhadap realitas sosial tersebut,
seperti ketaatan kepada pemimpin,
hormat dan berbakti kepada orang
tua, menyantuni anak yatim dan
orang-orang miskin, membela
orang yang tertindas hak dan
martabatnya, keberanian melakukan
kontrol sosial dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Ketiga, dimenisi mental. Dengan
berpuasa akan terwujud dalam diri
kita mental tegar dan tahan banting,
sehingga mampu untuk
mengahadapi berbagai tantangan,
cobaan, godaan, dan ujian dalam
kehidupan ini. Kita senantiasa
mampun untuk optimistis dalam
berikhtiar dan berusaha untuk
meraih kehidupan yang lebih baik
dengan tetap mengacu pada nilai-
nilai etika dan moral agama. Puasa
juga akan melatih mentalitas kita
untuk sportif dan jujur dalam
menerima amanat dan mengemban
tugas, menjauhi sikap pengecut dan
khianat dan tidak mudah
mengumbar emosi amarah dan
permusuhan.

Keempat, dimensi etika. Dengan
menjalankan ibadah puasa
Ramadhan dengan benar dan
berkualitas, maka akan tercermin
dalam diri kita nilai-nilai etika dan
moral agama yang sangat positif
untuk diaktualisasikan dalam pola
kehidupan kita sehari-hari, seperti: (1)
kemampuan menghadirkan
alternatif-alternatif terbaik, dalam
pola berpikir, bersikap, dan
bertingkah laku; (2) kemampuan
dalam mengendalikan diri terhadap
keinginan-keinginan negatif,
subjektivitas, maupun emosional
destruktif. Dan kemampuan
mengarahkan diri sendiri kepada
kebenaran, sifat obyektif dan
konstruktif; (3) kemampuan untuk
menahan diri dari jebakan
materialistik dan hedonistik; (4)
kemampuan moralitas dalam
melakukan tugas dan kewajiban
melalui pertimbangan rasionalitas
dan hati nurani.
Puasa Ramadhan dan serangkaian
ibadah lain yang menyertainya
selama sebulan penuh, merupakan
"kawah condrodimuko" bagi
seorang Muslim. Bulan Ramadhan
adalah bulan untuk mendidik,
melatih, menggembleng kepribadian
seorang muslim untuk menjadi
lebih baik dan pada gilirannya untuk
menjadi seorang muslim yang
sejati. Rasulullah bersabda: 'Rugilah
seorang hamba yang menemukan
bulan Ramadhan dan ia tidak
mendapatkan ampunan-Nya".
Wallahu a'lam
< Sebelumnya Berikutnya >
Surah:. Al Haaqqah (69)
Ayat: 37
ﻟَﺎ ﻳَﺄْﻛُﻠُﻪُ ﺇِﻟَّﺎ
ﺍﻟْﺨَﺎﻃِﺆُﻭﻥَ
69.37. Tidak ada yang memakannya
kecuali orang-orang yang berdosa.
[ Al Haaqqah : 37 ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar